Hukum
internasional adalah salah
satu bagian hukum yang mengatur tentang aktivitas entitas berskala internasional. Dahulu Hukum Internasional ini hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antarnegara dan
bangsa namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga menjadi hukum internasional yang
juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Di Indonesia Hukum Internasional sudah diatur dalam Pasal 11 dan 13 UUD
1945. Pasal tersebut mengatur mengenai proses atau prosedur ratifikasi dan
pengangkatan serta penerimaan duta dalam ranah Hukum Nasional. Selain itu
terdapat Undang-undang yang lain yang jugaberkaitan dengan Hukum Internasional,
seperti Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional juga tidak mencantumkan
pasal tersendiri yang mengatur status tersebut.
Indonesia sendiri terdapat beberapa contoh Hukum Interanasional yang sudah menjadi Hukum Nasional atau meratifikasi Hukum Internasional dalam sistem Hukum Nasional seperti:
- Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua New guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement. Namun, karena pentingnya materi yang diatur dalam agreement tersebut, maka pengesahannya memerlukan persetujuan DPR dan dituangklan ke dalam bentuk UU, yaitu UU No.6 Tahun 1973.
- Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Singapura tentang selat Singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya materi persetujuan ini cukup penting, namun dalam pengesahannya tidak meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk “keputusan presiden”.
Perjanjian Internasional sudah diratifikasi dengan Undang-Undang, Namun untuk dapat diimplementasikan secara nasional masih dibutuhkan Undang-Undang lagi. Misalnya:
-
The United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS) (Konvensi Hukum Laut Tahun 1982) yang diratifikasi melalui
Undang-Undang No. 17 Tahun 1985, tetap memerlukan Undang-Undang No. 6 Tahun
1996 tentang Perairan.
-
Convention
on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika Tahun 1971) yang
disahkan (diratifikasi) melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1996, masih
memerlukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
-
The United
Nations Convention Against Corruption 2003 (Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun
2003) telah disahkan melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2006, meskipun Indonesia
telah memiliki Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi, dan masih banyak konvensi- konvensi yang setelah diratifikasi
masih memerlukan Undang-Undang lagi yang bersifat Nasional.
-
Terdapat Perjanjian Internasional yang setelah
diratitikasi dapat langsung diimplementasikan, yaitu Konvensi Wina Tahun 1961
dan Tahun 1963 tentang Hubungan Diplomatik dan Hubungan Konsuler, yang diratifikasi
melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1982.
Terkait dengan tindakan suatu Negara yang sifatnya publik yakni tindakan Negara dalam kapasitas sebagai Negara yang berdaulat, Indonesia dalam meratifikasi Perjanjian Internasional banyak diadakan Reservation (persyaratan). Misalnya dalam mengesahkan Konvensi Psikotropika Tahun 1971.
Sedikit informasi yang dapat saya share ke teman-teman mahasiswa hukum maupun yang membutuhkan informasi sedikit sekilas hukum. Saran maupun kritik saya terima dengan lapang dada tapi kritik yang membangun yak hehe. Silahkan share jika informasi ini bermanfaat n jangan lupa coret-coret aj dikolom komentar.
terimakasih tips nya ya, sangat bermanfaat :)
BalasHapussemoga anak muda indonesia punya semangat yang tak pernah putus serta harapan yang tak pernah hilang dalam mewujudkan impian dan cita-cita nya, selain menikmati kemudahan yang di berikan oleh pemerintah, yuk coba pahami Tips cerdas menggunakan KJP supaya kita tidak keliru dalam menggunakannya :)